Tuesday 20 October 2009

K,H. Arifin ilham ke 2

K.H. Arifin Ilham (Bagian 2)




Di masa kecil, Arifin lebih suka bermain dengan teman-teman yang usianya lebih tua, sehingga ia dijuluki ‘ketu’, maksudnya, kecil tapi tua. Akibatnya, meski secara fisik dan usianya masih bocah, penalarannya acapkali seperti orang dewasa. Ibunda Arifin sangat terkesan dengan sifat sosial dari anak lelaki satu-satunya itu. “Sejak kecil, Arifin sangat berjiwa sosial. Dulu, ketika anak-anak masih kecil, setiap kali saya membagikan makanan dan di antara saudaranya ada yang merasa kurang, maka bagian makanannya langsung diberikan kepada saudaranya itu,” kenang sang ibu.

Ada satu kenangan yang tak pernah dilupakan oleh ibu dari lima anak itu. Saat itu, Arifin, yang baru duduk di kelas IV SD, serta semua saudaranya diajak jalan-jalan oleh kedua orang tuanya. Di tengah jalan, Arifin tiba-tiba memohon kepada ayahnya agar menghentikan mobilnya. Begitu mobil berhenti, ia segera turun. Rupanya, Arifin merasa iba melihat seorang lelaki tua yang susah payah menarik gerobak yang sarat dengan bawaan, menaiki jembatan. Bocah itu langsung membantu mendorong gerobak dari belakang sampai akhirnya berhasil mendaki jembatan itu. “Setelah itu, Arifin masih memberi uang kepada lelaki tua itu,” tutur Nurhayati, mengenang kelakuan putranya.

HAMPIR MAU BAKAR RUMAH
Kenakalan Arifin rupanya masih saja berlanjut, meskipun sudah dipindahkan ke SD Rajawali. “Maklum, karena kami tinggal di kota, Arifin mulai agak terpengaruh pada hal-hal yang sedikit negatif,” tutur Ilham Marzuki. ”Dia mulai bisa bermain judi dengan uang kecil-kecilan dan merokok dengan sembunyi-sembunyi.”

Menurut Arifin, ia tidak pernah berjudi dengan taruhan uang. “Arifin memang suka bermain judi dadu, tapi taruhannya bukan uang,” sergahnya. “Kalau Arifin berjudi, taruhannya kelereng. Kita pasang tiga kelereng, kalau menang dapat 10 kelereng. Tapi, Arifin banyak kalahnya sehingga lama- kelamaan duit Arifin pun habis untuk membeli kelereng. Karena masih ingin main judi, Arifin pun mencuri. Saat Abah memanggil-manggil dan mengajak salat berjemaah, Arifin pura-pura mandi. Begitu Abah sudah mulai salat, Arifin pun segera masuk ke kamar Abah dan mengambil uang Abah yang ada di kamar. Arifin tak berani mengambil banyak-banyak, hanya sekitar seribu rupiah!”

Pendidikan yang keras dan disiplin terhadap Arifin di rumah rupanya tidak selalu membuahkan hasil yang sesuai dengan harapan kedua orang tuanya. Di luar rumah, Arifin menikmati dunianya sendiri, sehingga membuat kedua orang tuanya jadi semakin cemas. “Karena Abah sering ke luar kota, maka Arifin pun jadi kurang terkontrol dan nakal,” kata Arifin beralasan.

Oleh kedua orang tuanya Arifin pun didatangkan guru mengaji ke rumah. Selain diharapkan pintar mengaji, kedua orang tuanya juga berharap agar anak lelaki satu-satunya itu tidak banyak bermain di luar rumah. Tapi, apa yang terjadi? Arifin justru membuat ulah yang aneh-aneh. Setiap kali guru mengaji itu datang ke rumah, ia selalu saja dijaili Arifin. “Kadang-kadang Arifin gembosin ban sepedanya, kadang-kadang ngumpetin sandalnya,” ujar Arifin berterus terang.

Saat kelas 6 SD Arifin pernah mengancam akan membakar rumah orang tuanya. Pasalnya, sang ayah tidak mau mengabulkan permintaannya. Rupanya, ia minta dibelikan motor trail, tapi malah dibelikan motor Vespa. Ayahnya khawatir, kalau dibelikan motor trail, Arifin akan main kebut-kebutan yang tentu sangat membahayakan keselamatannya. “Biarpun harganya lebih mahal, motor itu tidak trendi,” ujarnya jengkel.

Meski sudah menyiapkan minyak tanah dan korek api, orang tuanya tidak memperhatikan ancamannya itu. Arifin jadi kesal. Ia kemudian membuat ulah agar ayahnya naik pitam. Suatu sore, ketika banyak orang sedang bermain badminton di sebelah rumahnya, Arifin ikut bergabung bersama mereka. Ia tahu ayahnya sedang duduk-duduk di teras rumahnya dan dengan mudah bisa melihat apa yang diperbuatnya. Ia juga tahu ayahnya sangat tidak suka melihat orang merokok, terlebih itu dilakukan oleh anak kecil, seperti dirinya. Arifin pun sesungguhnya tidak suka merokok. Tapi, untuk memancing kemarahan ayahnya, ia sengaja merokok di depan ayahnya dan orang banyak. Begitu sampai pada tiga empat isapan, sang ayah mendekatinya dan langsung menampar sambil memarahinya. “Kamu ini nyontoh siapa, sih. Kamu, kok, jadi badung seperti ini? Kamu mau jadi apa kalau sudah besar nanti?”

Tamparan itu tidak hanya mempermalukannya, tapi juga membuatnya sakit lahir batin. Maklum, sewaktu muda ayahnya juga pernah berlatih karate, sehingga pukulannya cukup mantap. Saat itu juga ia kabur dari rumah. Ia sangat marah dan sakit hati sehingga tidak ingin pulang lagi ke rumah orang tuanya. Tapi, begitu jauh dari rumah, ia bingung mau lari ke mana. Karena hari sudah larut, maka ia putuskan singgah di rumah Ahmad, sahabat mainnya. Ia berpesan kepada keluarga Ahmad agar tidak memberitahukan keberadaannya kepada kedua orang tuanya. Tapi, diam-diam orang tua Ahmad memberitahukannya kepada Hj. Nurhayati, ibu Arifin. Nurhayati kemudian memberikan sejumlah uang kepada orang tua Ahmad untuk keperluan Arifin, baik untuk makan atau keperluan lain.

Arifin sama sekali tidak tahu bahwa ibunya sudah mengetahui keberadaannya. Tapi, ia merasa ada sesuatu yang agak janggal. Ia tahu persis bahwa kehidupan keluarga Ahmad tergolong susah. “Tapi, kenapa setiap hari makanannya selalu lezat-lezat? Nasinya enak, lauknya pun lengkap, ada ikan, daging, dan sebagainya,” papar Arifin. “Rupanya, selama Arifin menginap di rumah ini, selalu disubsidi Mama. Mama datang setiap hari dengan sembunyi-sembunyi, tanpa Arifin ketahui atau pas Arifin tidak berada di rumah,” lanjutnya.

Memasuki hari kelima, Nurhayati datang ke rumah orang tua Ahmad dan sengaja menemui Arifin. Ia memberi tahu bahwa ayahnya sakit keras gara-gara memikirkan Arifin. Ia membujuk putranya agar segera pulang ke rumah. Arifin trenyuh juga mendengar cerita itu dan saat itu pun ia bersedia pulang bersama ibunya. Sampai di rumah, Arifin langsung memohon maaf kepada ayahnya yang langsung memeluknya. “Kami saling berpelukan dan bertangis-tangisan,” kenang Arifin sendu. “Ini benar-benar seperti cerita sinetron!” lanjutnya bercanda.

Bersambung

Agoes MD


Serial Terkait :

» K.H. Arifin Ilham (Bagian 1)

» K.H. Arifin Ilham (Bagian 3)

» K.H. Arifin Ilham (Bagian 4)

» K.H. Arifin Ilham (Bagian 5)

» K.H. Arifin Ilham (Bagian 6)

No comments: